Beberapa Hal Penting Sebelum Melakukan Jual Beli Tanah dan Bangunan:
1. Apakah orang yg akan menjual memang benar pemilik (pemegang hak)
Contoh: nama penjualnya A, tp tertulis di Sertipikat X. Artinya A bukanlah pemilik. Bisa jadi A itu Ahli Waris X atau A membeli dari X tanpa AJB untuk menhindari Pajak atau ada Kuasa Menjual dari X kepada A, dst.
2. Apakah anda sebagai calon Pembeli adalah subyek yg diperbolehkan memiliki tanah dan bangunan tsb?
Contoh: agan adalah WNA atau mempunyai pasangan kimpoi WNA tanpa ada Perjanjian Pisah Harta, maka agan tidak dapat memilikinya.
3. Apakah anda membeli tanah pertanian di luar wilayah anda.
Contoh: agan di Surabaya pengen beli tanah pertanian di Bali. Maka itu tidak diperbolehkan. Ada larangan kepemilikan tanah absente.
4. Apakah tanah yg agan beli sudah di luar batas maksimum/belum.
Sebab setiap orang maksimum hanya boleh punya sebanyak 5 bidang dengan luas 2 hektar saja.
5. Apakah jangka waktu hak sudah berakhir atau belum. Sebab untuk SHGB dan SHGU ada jangka waktunya. Jangan sampai agan membeli tanah SHGB/SHGU dengan kondisi sudah jatuh tempo.
6. Apakah di atas tanah yg akan agan beli ada hak yg lebih tinggi.
Contoh: agan akan beli tanah SHGB yg di atasnya ada Hak Pengelolaan (HGB dibuat di atas sebagian tanah Hak Pengelolaan). Maka Penjual dan agan harus izin dahulu kepada pemegang Hak Pengelolaan tersebut.
7. Apakah rumah yg agan beli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan penghapusan (roya). Apabila demikian, maka agan harus meminta SURAT ROYA dan SURAT LUNAS dari Penjual agar nantinya dapat di balik nama.
Data yang diperlukan untuk Jual Beli:
Data Penjual/Pembeli Perorangan:
1. KTP Suami Istri
Kalau belum menikah/cerai, baik itu cerai hidup/mati, harus meminta Surat Keterangan belum menikah (lagi) dari Kelurahan
-Untuk Penjual : KTP pasangan diperlukan apabila rumah diperoleh oleh Suami/Istri setelah Perkimpoian dan tanpa ada Perjanjian Pisah Harta/Kimpoi. Kalo diperoleh sebelum Perkimpoian/harta warisan, KTP pasangan tidak diperlukan, tetapi kadang PPAT meminta untuk kelengkapan berkas saja (tidak ikut ttd)
-Untuk Pembeli : hanya sebagai kelengkapan akta.
2. KK
3. Surat Kimpoi (bagi Pembeli untuk mengetahui pasangan kimpoi WNI/WNA)
4. NPWP (untuk byr Pajak)
5. Surat WNI (kalau ada nama asing biasa diminta Kantor Pertanahan)
6. Surat Ganti Nama
*Kalau ada beda antara nama di Sertipikat/KTP/KK/Akta Kimpoi. Kalo cm salah nulis, bisa minta Surat Keterangan dr kelurahan yg menyatakan bahwa semua nama itu adalah satu orang yg sama.
Data Penjual/Pembeli PT (Perseroan Terbatas):
1. KTP Direksi & Komisaris
2. Akta Pendirian & Berita Acara Perubahan Anggaran Dasar sampai terakhir.
3. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
4. Berita Acara RUPS Luar Biasa untuk menjual (kalo yg dialihkan sebagian besar dari aset PT alias lebih dari 50%) atau Surat Pernyataan (sebagian kecil dari aset PT)
Obyek (tanah dan bangunan yang akan diperjualbelikan):
1. Sertipikat Asli (SHM, SHGB, SHGU, dan SHMSRS)*
2. IMB (Izin Mendirikan Bangunan), gak wajib sebenarnya, tapi sewajarnya Penjual sudah memiliki IMB kalau yg dijual emang ada bangunannya. Masa pembeli yg ngurus IMB? Tp tergantung kesepakatan Penjual Pembeli, kalo pembeli gak keberatan ya gak masalah.
3. Bukti Setor PBB 5 tahun terakhir.
Kenapa tidak tahun terakhir saja? Sebab kadang kala terjadi kesalahan, bisa ada bukti setoran PBB tahun terakhir tapi tahun sebelumnya belum bayar/ada tunggakan (aneh kan? tapi ini fakta). Biasa PPAT yg mengecek apakah ada tunggakan/tidak.
*Selain 4 jenis Sertipikat tersebut, maka bukan Akta PPAT yang dipergunakan, melainkan Akta Notaris.
Contoh Sertipikat:
Tarif Pajak:
PPH Final = 5% x NJOP/Harga Jual Beli**
BPHTB = 5% x (NJOP/Harga Jual Beli-[NJOPTKP*])
*tiap daerah beda2. contoh di surabaya dikurangin Rp. 75.000.000,00
** Manakah yang dipakai untuk perhitungan Pajak? Seharusnya yg benar adl harga riil jual beli. Tetapi biasa orang-orang memilih dihitung dari NJOP sesuai SPPT PBB (di sana bisa diketahui harga per meter persegi di daerah tersebut), krn tentunya harga NJOP lebih rendah dari harga riil rumah tersebut.
Tarif PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) :
PNBP = Rp. 50.000,00/Bidang
Daftar Tarif PNBP :
http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/486.pdf
Biaya AJB + Balik Nama (Per Sertipikat) :
Tiap daerah berbeda. Contoh: di Surabaya, biaya AJB + BN minimum antara 3 sampai 3.5 juta. Semakin besar tanah dan bangunannya tentu akan semakin mahal biayanya.
Proses Jual Beli:
1. Checking Asli Sertipikat
Ini proses yg sangat penting karena berkaitan dengan keadaan tanah itu sekarang, apakah ada sengketa/tidak. Kalau ada sengketa, maka tidak bisa deh dijualbelikan, harus diselesaikan dulu. Kalau tidak ada sengketa (istilahnya BERSIH), Kantor Pertanahan setempat akan memberikan semacam stempel yg bertuliskan bahwa Sertipikat tersebut sudah diperiksa dan sudah sesuai dengan Buku Tanah. Itu artinya Sertipikat tersebut isinya sudah cocok dengan 'catatan' di Kantor Pertanahan. Setiap PPAT pasti melakukan hal ini karena ini sangat penting. (kecuali PPAT yg 'koboi' alias ugal2an).
Checking kurang lebih 1-5 hari, tergantung kondisi.
Contoh sertipikat bersih:
2. Bayar Pajak Pembeli dan Penjual
Biasanya sih nitip di PPAT nya buat dibayarkan, jd Penjual dan Pembeli gak repot bayar pajak sendiri.
3. Kalau sudah bayar pajak dan hasil checking sertipikat sudah keluar (bersih), bisa langsung deh janjian tanda tangan AJB.
Contoh Cover Blanko AJB dan Akta PPAT lainnya:
4. Pas tanda tangan perhatikan isi aktanya, apa aja yg ikut termasuk dijual, mungkin ada air, listrik brp watt, telpon, dsb.
5. Setelah tanda tangan biasanya Penjual dan Pembeli sama2 ke bank buat transfer duitnya. Bisa juga pembelinya kasih bukti pelunasan. Lalu barulah Penjual kasih kwitansi lunas.
6. Setelah dibayar lunas, biasa kunci rumah dikasih deh ke Pembeli beserta embel-embelnya + kelengkapan surat-surat rumah (PBB, IMB, bukti pembayaran telpon/listrik/air, dsb.)
7. Jangan lupa bayar biaya aktanya ke PPAT, biasa sih 50% 50%. Tergantung kesepakatan antara Penjual dan Pembeli.
8. Tunggu 2-3 bulan untuk selesainya proses Balik Nama. Biasa kalo sudah selesai ditelpon deh, agan disuruh ngambil. Kecuali kalo lg rame mungkin lupa, hehehe..
Bagaimana dengan Sertipikat yang dimiliki oleh yg sudah meninggal lalu ingin dijual oleh anak-anak dan/atau istri/suami almarhum?
1. Buat SKW dulu agar tau siapa AW yang berhak atas semua Harta Warisan Almarhum. Menunggu kurang lebih 3-4 minggu.
2. Apabila sudah selesai, baru Sertipikat tersebut dapat di Balik Nama ke semua AW. Jangan lupa bayar Pajak Waris Waris supaya bisa Balik Nama.
3. Kalau sudah selesai dan semua AW sepakat untuk melakukan Jual Beli, maka bisa dijuallah rumah itu. Kalau hak bagiannya mau dibeli oleh salah satu AW juga bisa, dengan menggunakan Akta Pembagian Hak Bersama.
Pajak Waris:
BPHTB Waris = 5% x (NJOP-Pengurangan untuk BPHTB Waris)
*Besarnya tergantung daerah masing2. Contoh di Surabaya Rp. 400jt
Mengapa Jual Beli Tanah dan Bangunan harus dibuatkan Akta PPAT?
Sederhananya, supaya Sertipikat tersebut dapat dibalik nama ke atas nama Pembeli. Kalau cuma buat perjanjian jual beli biasa saja, bukan dgn Akta Jual Beli PPAT, tidak bisa dibalik nama. BPN/Kantor Pertanaan tidak akan mau.
Kenapa? Karena sudah ketentuannya demikian.
Oleh karena itu apabila ada Penjual yg minta dibuatkan Perjanjian di atas Materai saja, jgn mau gan. Nanti pas ngurus Balik Nama pasti ditolak. Yang namanya Penjual, habis transaksi n udah dapet duit, mana mau balik, kecuali emang orangnya punya itikad baik. Yang pasti bikin repot dikemudian hari gan.
Sumber
Forum Melek Hukum Kaskus